Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Table of Content

Ulasan Buku Inilah Esai: Wisata Esai Bersama Muhidin M. Dahlan



Minggu kemarin saya baru menyelesaikan sebuah buku yang ditulis oleh Muhidin M. Dahlan berjudul Inilah Esai: Tangkas Menulis Bersama Para Pesohor. Seperti judulnya, buku ini fokus membahas tentang esai dari mulai pengertian, topik dan tema, sumber sampai dengan kesimpulan. Ini buku bertema kepenulisan pertama yang saya baca. Alhamdulillah nggak ada pusing atau bingung saat membaca buku ini. Sebaliknya, setiap paragraf bisa dengan mudah saya mengerti dan yang paling menarik adalah saya nggak merasa sedang belajar tapi melakukan karya wisata. 

Ibarat sebuah museum, buku Inilah Esai terbagi menjadi beberapa ruangan khusus dan Muhidin sebagai tour guide-nya. Sejak pertama masuk, saya sudah diajak masuk ke sebuah ruangan kecil yang berisi kutipan tentang pengertian esai dari beberapa esais terkenal dalam dan luar negeri. Dari beragam kutipan yang ada, kemudian saya diberitahu sebuah kesimpulan menarik yang mungkin nggak akan pernah saya lupakan seumur hidup. 

Muhidin menyimpulkan bahwa esai adalah gaya menulis yang “bukan-bukan”, bukan puisi dan bukan karya ilmiah. Lebih lanjut lagi, pertanyaan tentang jumlah kata yang ideal dalam sebuah esai yang sejak dulu saya pikirkan juga dijawab oleh buku ini. Ternyata esai itu bisa sangat pendek—sekitar 100 kata—juga bisa sangat panjang. Bahkan naskah Proklamasi juga termasuk esai, dan Naar de Republic Indonesia dari Tan Malaka yang—meminjam istilah Muhidin—panjangnya luar biasa juga termasuk esai. 

Yang nggak kalah penting, ternyata jiwa dari sebuah esai bukanlah jumlah katanya, tapi efek yang dirasakan pembaca. Jadi, sebuah esai haruslah memberikan efek kepada pembacanya. Bisa membikin pembaca jadi tahu, ikut sadar, atau merasa terhibur. 

Setelah ruang pengertian, selanjutnya saya dibawa masuk ke ruang tema dan topik. Di ruangan ini, Muhidin tema dan topik yang sering dijadikan esai oleh para esais. Ada politik, ideologi, energi, pendidikan, hukum, sampai dengan tema apa saja lengkap dengan nama-nama penulisnya. Jika kamu masih bingung mau memilih “jurusan” yang mana, saya sarankan baca baik-baik bab ini karena ada buaaanyaaak banget nama penulis yang disebut Muhidin M. Dahlan di bab ini. 

Lanjut ke ruang sumber. Di ruangan ini, Muhidin menyebutkan sekira lima sumber yang ia sebut sebagai “sumur” untuk menimba sumber esai. Satu catatan penting dari Muhidin yang masih saya ingat adalah: pembeda si produktif dan si mandul adalah penguasaan kata kunci saat menggunakan internet untuk sumber esai. Jika penulis menguasai si kata kunci ini, maka internet bisa membuatnya kaya pengetahuan, produktif, dan cepat dalam mengeksekusi sebuah esai. “Dan kata kunci terkait erat dengan system berpikir juga kedisiplinan”. 

Saya kira, maksud system berpikir di sini adalah bagaimana kita menggali sumber untuk sebuah topik. Misalnya saat topik mie goreng vs mie rebus naik di media sosial, apa saja sih yang bakal kamu cari? Asal-usul mie goreng dan mie rebus; manfaatnya, kemasannya, dst dst dst. Sementara disiplin maksudnya kita tidak boleh cepat menyerah. Karena berdasarkan pengalaman saya, mencari sumber untuk satu buah topik saja bisa lama banget, belum harus baca satu per satu sumbernya.

Ruangan selanjutnya adalah gaya menulis esai. Jika kamu merasa buntu atau bahkan merasa tulisanmu monoton, coba pahami apa yang dibicarakan Muhidin di bab ini. Bayangkan, ada 16 pilihan gaya esai yang bisa kita pelajari. Nggak tanggung-tanggung, esai yang ditulis saat Indonesia masa perang dunia sampai dengan esai-esai di situs mojok pun Muhidin bahas. Saya jamin, nggak bakal kurang deh. 

Selepas ruangan “gaya menulis” lalu masuk ke ruangan judul esai. Buat kamu penulis, mungkin merasakan bagaimana sulitnya menulis sebuah judul. Di ruangan ini, kamu akan ditunjukan banyak esai dengan berbagai macam judul yang bisa dicontoh-dikembangkan-ditulis ulang, terserah kamu saja lah. Totalnya ada tiga belas gaya judul. Nah, apa masih belum cukup?

Setelah itu, lanjut ke ke pembuka esai. Selain judul, paragraf pembuka sebuah esai, saya kira, merupakan musuh bersama para penulis pemula. Saat berada dalam ruangan ini, sebaiknya pusatkan perhatianmu karena akan ada delapan jalan menyingkap esai yang dibahas olleh Muhidin. Meleng sedikit pun bisa berbahaya!!!

Setelah judul, selanjutnya ada ruangan yang membahas tubuh sebuah esai lengkap dengan masalah-masalah umum serta cara membikin tubuh esai lebih berisi. Meskipun nggak dijelaskan soal membangun argumen atau memaparkan penjelasan—yang merupakan kelemahan saya, namun saya pikir bagian ini nggak bisa dilewatkan begitu saja. 

Terakhir ada paragraf penutup esai. Banyak pembaca yang sering mengacuhkan bagian penutup. Padahal, sebenarnya penutup bisa menjadi inti esai, lho. Seperti Esainya Alm. Rusdi Mathari yang disebut oleh Muhidin di bab penutup buku ini. 

Saya merasaa tidak ada cacat ataupun bagian yang nggak saya suka dari buku ini. Mungkin karena saya masih baru dalam penulisan esai, atau memang Muhidin M. Dahlan terlalu pandai menuliskan setiap babnya. Namun saya rasa pilihan kedua yang paling tepat, mengingat seorang kawan juga bilang bahwa Muhidin sangat ahli saat membicarakan tentang kepenulisan. 

Oya, spoiler sedikit. Dalam buku ini 100 judul esai yang disebutkan oleh Muhidin. Dari mulai esai-esai para pahlawan kemerdekaan seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Tan Malaka, sampai dengan esai-esai yang ada di mojok.co dan posronda.net.

Akhir kata, mari berwisata esai bersama Muhidin M. Dahlan.
Anime Lovers who writes everything in his mind.

Post a Comment